SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK
1. SISTEM TENAGA
LISTRIK.
Sistem Tenaga Listrik dikatakan
sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat
listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi
dan beban yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan sehingga
membentuk suatu sistem.
Gambar 1. Sistem Tenaga Listrik
Didalam
dunia kelistrikan sering timbul persoalan persoalan teknis, dimana tenaga
listrik pada umumnya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu yang jauh dari
kumpulan pelanggan, sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga
listrik tersebar disegala penjuru tempat, Dengan demikian maka penyampaian
tenaga listrik dari tempat dibangkitkannya yang disebut pusat tenaga listrik
sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Dengan
menggunakan Blok diagram sistem tenaga listrik dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2 Diagram line Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Tenaga Listrik dibangkitkan di Pusat-pusat Tenaga Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di Pusat Listrik.
Pemberian nama PLTA PLTU
PLTP dan sebagainya yang umum diberikan kepada unit pembangkit listrik di
lingkungan PLN didasarkan atas nama tenaga penggerak mulanya. PLTA misalnya
dimana mesin pembangkit listriknya (generator) yang ada di kawasan tersebut
digerakan atau diputarkan oleh suatu turbin penggerak yang berputar karena
digerakan oleh pergerakan aliran air (turbin air) demikian juga halnya
dengan PLTU mesin pembangkit listriknya digerakan oleh
turbin uap.
Saluran tenaga listrik yang
menghubungkan pembangkitan dengan gardu induk (GI) dikatakan sebagai saluran
transmisi karena saluran ini memakai standard tegangan tinggi dikatakan sebagai
saluran transmisi tegangan tinggi yang sering disebut dengan singkatan SUTT.
Dilingkungan operasional PLN saluran transmisi terdapat dua macam nilai
tegangan yaitu saluran transmisi yang bertegangan 70 KV dan saluran transmisi
yang bertegangan 150 KV dimana SUTT 150 KV lebih banyak digunakan dari pada
SUTT 70 KV. Khusus untuk tegangan 500 KV dalam praktek saat ini disebut sebagai
tegangan ekstra tinggi. yang disingkat dengan nama SUTET
Pada saat ini masih ada beberapa saluran transmisi dengan tegangan 70 KV namun tidak dikembangkan lagi oleh PLN. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel tanah. Karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kabel tanah maka saluran transmisi PLN kebanyakan berupa saluran udara. Kerugian dari saluran udara dibandingkan dengan saluran kabel tanah adalah saluran udara mudah terganggu oleh gangguan yang ditimbulkan dari luar sistemnya , misalnya karena sambaran petir, terkena ranting pohon , binatang, layangan dan lain sebagainya
Setelah tenaga listrik
disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk
(GI) sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator
penurun tegangan (step down transfomer) menjadi tegangan menengah atau yang
juga disebut sebagai tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer
yang dipakai PLN adalah 20 KV, 12 KV dan 6 KV. Kecenderungan saat ini
menunjukkan bahwa tegangan distribusi primer PLN yang berkembang adalah 20 KV.
Jaringan distribusi primer
yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI baik itu berupa saluran kabel
tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standard
tegangan menengah dikatakan sebagai Jaringan Tegangan Menengah yang sering
disebut dengan singkatan JTM dan sekarang salurannya masing masing disebut SKTM
untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel tanah,
SKUTM untuk jaringan tegangan menengah
yang menggunakan saluran kabel udara dan SUTM untuk jaringan tegangan menengah
yang menggunakan saluran kawat terbuka.
Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka
kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan menggunakan trafo
distribusi (step down transformer) menjadi tegangan rendah dengan tegangan
standar 380/220 Volt atau 220/127 Volt dimana standar tegangan 220/127 Volt
pada saat ini tidak diberlakukan lagi dilingkungan PLN. Tenaga listrik yang
menggunakan standard tegangan rendah ini
kemudian disalurkan melalui suatu jaringan yang disebut Jaringan
Tegangan Rendah yabg sering disebut dengan singkatan JTR.
Sama halnya pada JTM jenis
saluran yang dipergunakan pada JTR dapat menggunakan tiga jenis saluran yaitu
SUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kawat
terbuka SKUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran
kabel udara yang dikenal dengan sebutan kabel twisted yang sering disebut
dengan singkatan TIC singkatan dari Twisted Insulation Cable SKTR untuk saluran
udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel tanah
Tenaga listrik dari jaringan
tegangan rendah ini untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan
(konsumen) melalui suatu sarana yang disebut Sambungan Pelayanan atau Sambungan
Rumah yang dapat dipisahkan menjadi dalam 2 bagian yaitu Sambungan Luar
Pelayanan dan Sambungan Masuk Pelayanan .
Dalam proses bisnis PLN
pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar aturannya tidak disambung
melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) melainkan disambung langsung pada
Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan yang sangat besar disambung pada Jaringan
Transmisi Tegangan Tinggi, tergantung besarnya daya tersambung. Bentuk yang
lain skema sistim tenaga listrik ditunjukkan oleh gambar 1.3.
Gambar. 3
Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui saluran Transmisi ke Gardu
Induk.
Keterangan :
G = Generator
P.S. =
Pemakaian Sendiri.
T.T. =
Tegangan Tinggi.
T.M. = Tegangan Menengah
Dari gambar diatas terlihat bahwa di Pusat Listrik maupun di GI selalu ada transformator Pemakaian Sendiri guna melayani keperluan-keperluan peralatan listrik yang digunakan didalam Pusat Listrik maupun GI, misalnya untuk keperluan penerangan, mengisi batere listrik dan menggerakkan berbagai motor listrik. Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi sehingga diperlukan banyak sekali transformator distribusi, maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan menjadi transformator tiang/Gardu Trafo Tiang yang rangkaian listriknya lebih sederhana daripada yang digambarkan (lihat gambar dibawah).
Gambar. 4. Gardu Type Portal
Setelah tenaga listrik
melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah JTR) dan
Sambungan Rumah (SR) maka tenaga listrik selanjutnya dilewatkan alat pembatas
daya dan KWH meter di sisi pelanggan. Energi listrik yang dipakai oleh
pelanggan tersebut di catat oleh petugas cater sesuai angka di register kWh
meter tersebut selanjutnya dicetat di dalam rekening listrik. Rekening listrik pelanggan
tergantung kepada daya tersambung serta pemakaian KWH nya, oleh karenanya PLN
memasang pembatas daya dan KWH meter. Setelah melalui KWH meter,
tenaga listrik kemudian memasuki instalasi rumah yaitu instalasi milik
pelanggan. Instalasi PLN pada umumnya hanya sampai dengan KWH meter dan sesudah
KWH meter ihstalasi listrik pada umumnya adalah instalasi milik pelanggan.
Dalam instalasi pelanggan tenaga listrik langsung memasuki alat-alat listrik
milik pelanggan seperti lampu, seterika, lemari es, pesawat radio, pesawat
televisi dan lain-lain.
Dari uraian diatas dapat
dimengerti besar kecilnya konsumsi tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh
para pelanggan, yaitu tergantung bagaimana para pelanggan akan menggunakan
alat-alat listriknya, kemudian PLN harus mengikuti kebutuhan tenaga listrik
para pelanggan ini dalam arti daya listrik yang dibangkitkannya harus
menyesuaikan dari waktu ke waktu.
Apabila jumlah pelanggan
yang harus dilayani dalam jutaan maka daya yang harus dibangkitkan jumlahnya
juga mencapai ribuan megawatt dan untuk ini diperlukan beberapa Pusat Listrik
dan juga beberapa GI untuk dapat melayani kebutuhan listrik para pelanggan.
Pusat-pusat Listrik dan GI
satu-sama lain dihubungkan oleh saluran transmisi agar tenaga listrik dapat
mengalir sesuai dengan kebutuhan dan terbentuklah suatu Sistem Tenaga Listrik.
Gambar 5 dibawah
menggambarkan sebuah Sistem Tenaga Listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit dan beberapa buah GI.
Setiap GI sesungguhnya merupakan Pusat Beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-rubah sepanjang waktu sehingga daya yang dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik harus selalu berubah seperti telah diuraikan diatas. Perubahan beban dan perubahan pembangkitan daya ini selanjutnya juga menyebabkan aliran daya dalam saluran-saluran transmisi berubah-rubah sepanjang waktu. Apabila daya nyata yang dibangkitkan oleh Pusat-pusat Listrik lebih kecil daripada daya yang dibutuhkan oleh para pelanggan, maka frekwensi akan turun, sebaliknya apabila lebih besar, frekwensi akan naik. PLN berkewajiban menyediakan tenaga listrik yang frekwensinya tidak jauh menyimpang dari 50 Hertz.
Mengenai penyediaan daya
reaktif bagi para pelanggan yang erat kaitannya dengan tegangan, masalahnya
lebih sulit daripada masalah penyediaan daya nyata. PLN berkewajiban
menyediakan tenaga listrik dengan tegangan yang ada dalam batas-batas
tertentu.
Sebuah Sistem Tenaga Listrik dengan
sebuah PLTU, sebuah PLTG, sebuah PLTD, sebuah PLTA dan enam buah Pusat Beban
(GI). Masalah Penyediaan tenaga
listrik seperti diuraikan diatas dengan biaya yang serendah mungkin dan tetap
memperhatikan mutu serta keandalan. Dalam proses penyediaan tenaga listrik bagi
para pelanggan seperti diuraikan diatas tidak dapat dihindarkan timbulnya
rugi-rugi dalam jaririgan disamping adanya tenaga listrik yang harus disisihkan
untuk pemakaian sendiri. Proses pembangkitan tenaga listrik dalam Pusat-pusat
Listrik Termis memerlukan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Biaya bahan
bakar serta rugi-rugi dalam jaringan merupakan faktor-faktor yang harus
ditekan agar menjadi sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan mutu dan
keandalan.
Mutu
dan keandalan diukur dengan frekwensi, tegangan dan jumlah gangguan. Masalah
mutu tenaga listrik tidak semata-mata merupakan masalah operasi Sistem Tenaga
Listrik tetapi erat kaitannya dengan pemeliharaan instalasi tenaga listrik dan
juga erat kaitannya dengan masalah pengembangan Sistem Tenaga Listrik mengingat
bahwa konsumsi tenaga listrik oleh para pelanggan selalu bertambah dari waktu
ke waktu. Oleh karenanya hasil-hasil Operasi Sistem Tenaga Listrik perlu
dianalisa dan dievaluasi untuk menjadi masukan bagi pemeliharaan instalasi
serta pengembangan sistem tenaga listrik. Mutu
tenaga Listrik yang baik merupakan kendala (constrain) terhadap biaya pengadaan
tenaga listrik yang serendah mungkin, maka kompromi antara kedua hal ini
merupakan masalah optimisasi yang banyak dibahas.
2. PEMBANGKITAN TENAGA
LISTRIK
Tenaga listrik dibangkitkan oleh generator / alternator dimana kumparan medannya /rotor generator diputar oleh penggerak mula dan interaksi antara fluksi medan dengan putaran rotor dengan prinsip induksi menghasilkan gaya gerak listrik dan jika terminal jangkar terhubung dengan beban akan mengalir arus listrik ke beban sehingga menghasilkan tenaga listrik sesuai dengan prinsip dasar pembangkitan yaitu :
Tenaga listrik dibangkitkan oleh generator / alternator dimana kumparan medannya /rotor generator diputar oleh penggerak mula dan interaksi antara fluksi medan dengan putaran rotor dengan prinsip induksi menghasilkan gaya gerak listrik dan jika terminal jangkar terhubung dengan beban akan mengalir arus listrik ke beban sehingga menghasilkan tenaga listrik sesuai dengan prinsip dasar pembangkitan yaitu :
e. = ggl
= BLV
B = Rapat fluksi ( fluksi dari kumparan medan )
L = Panjang / kumparan jangkar
V = Kecepatan putar kumparan medan / poros
Sesuai dengan hukum Ohm dimana arus berbanding lurus dengan tegangan / ggl dan berbanding terbalik dengan impedansi sehingga jika terhubung dengan beban maka akan timbal arus . Tenaga Listrik / Daya Listrik merupakan perkalian dari tegangan , arus dan faktor daya serta perkalian daya listrik ini dengan waktu pelayanan beban ádalah energi listrik .
Penggerak Mula .
Penggerak mula ádalah mesin untuk menggerakkan / memutar
rotor generator
Penggerak mula ini dapat
berupa :
Mesin
Turbin dan Mesin Motor bakar.
Mesin
Turbin :
Turbin Air
pada PLTA / Pusat Listrik Tenaga Air.
Turbin
Gas pada
PLTG / Pusat Listrik Tenaga Gas .
Turbin Uap :
PLTU / Pusat listrik Tenaga Uap.
PLTGU / Pusat listrik Tenaga
Gas dan Uap.
PLTP / Pusat listrik Tenaga Panas Bumi .
Motor Bakar
: PLTD / Pusat Listrik Tenaga Diesel
PLTA : Air bendungan dimasukkan kedalam pipa pesat yang
dihubungkan dengan Turbin air pada
ketinggian yang cukup , sebagai sumber tenaga penggerak Turbin
Air yang dikopel dengan generator ber eksitasi dan generator membangkitkan tenaga listrik .
Gambar 6. Diagram Blok PLTA
PLTU : Hasil
pembakaran minyak / batu bara dipakai
memanaskan air hingga menjadi uap sebagai sumber tenaga untuk memutar turbin uap yang dikopel dengan generator dan generator
bereksitasi membangkitkan tenaga listrik.
PLTG : Hasil pembakaran minyak dan udara menjadi Gas sebagai sumber tenaga untuk memutar turbin gas yang dikopel dengan generator dan generator bereksitasi membangkitkan tenaga listrik.
Gambar 7. Diagram Blok PLTU
PLTG : Hasil pembakaran minyak dan udara menjadi Gas sebagai sumber tenaga untuk memutar turbin gas yang dikopel dengan generator dan generator bereksitasi membangkitkan tenaga listrik.
Gambar 8. Diagram Blok PLTG
PLTGU
/Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap /
Siklus kombinasi :
Merupakan
kombinasi dari PLTG dan PLTU, Panas
dari gas buang PLTG digunakan memanaskan Air di Boiler sehingga
menjadi uap dan uap ini memutar
Turbin Uap ; jadi tenaga listrik dihasilkan oleh PLTG dan PLTU
Gambar 9. Diagram Blok PLTGU
PLTP / Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi
Setiap naik 100 m tegak lurus dari permukaan bumi suhu turun rata –
rata 1derajat Celsius dan sebaliknya suhu naik rata - rata 1 derajat celsius
tiap turun 100 m tegak lurus dari permukaan Bumi Jika disekitar itu ada sumber
magma (Gunung Berapi )/ sumber panas Bumi
maka kenaikan suhu 1 derajat
Celsius per 100 m turun tidak berlaku
lagi namun lebih ekstrim kenaikan panas nya .
Panas bumi ini lah yang digunakan untuk memanaskan air / bahan baku uap
( berfungsi sebagai Boiler ) ; Lalu uap memutar turbin uap serta Turbin dikopel
dengan Generataor dan generator bereksitasi menghasilkan tenaga listrik .
Letak PLTP biasanya didaerah pegunungan
Gambar 10. Diagram Blok PLTP
PLTD : Hasil kompresi udara dan bahan
bakar (terjadi pembakaran dalam
dalam ruang bakar akibat adanya bahan
bakar , udara dan panas tinggi) sehingga
menghasilkan tenaga untuk menggerakkan poros engkol yang dikopel dengan poros /
rotor Generator dan Generator
bereksitasi membangkitkan listrik .
Gambar 11. Diagram Blok PLTD
Kendala Operasi Pembangkitan :
Kendala yang dalam bahasa Inggrisnya disebut constraint, sesungguhnya
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu proses dapat dilaksanakan .Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa untuk mencapai suatu tempat dalam
waktu yang sesingkat mungkin adalah dengan mengendarai mobil dengan kecepatan
setinggi mungkin.
Cara ini akan menghadapi kendala sebagai berikut:
1. Kecepatan maksimum yang bisa dicapai mobil tanpa merusak
bagian-bagian mobil.
2. Kondisi jalan, tikungan jalan yang tidak memungkinkan mobil mencapai
kecepatan maksimum.
Dua kendala ini harus dipenuhi agar proses mencapai tempat tersebut
diatas dengan mobil dapat terlaksana. Dalam proses optimisasi operasi pada umumnya, khususnya optimasi operasi
sistem tenaga listrik, selalu ada kendala-kendala (constraints). Pada operasi
pembangkitan yang ada di PLN juga terdapat kendala-kendala yang harus diketahui
misalnya :
Kendala Operasi PLTA :
Kendala operasi dalam keadaan statis dan kebanyakan menyangkut
koordinasi dengan keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Kendala ini tidak ada apabila PLTA air yang hanya diperuntukan untuk
pembangkitan tenaga listrik saja. Apabila diperlukan koordinasi dengan
keperluan irigasi dan pengendalian banjir maka umumnya PLTA yang bersangkutan
mempunyai kolam tando tahunan seperti halnya terdapat pada PLTA Juanda di
Jatiluhur Jawa-Barat dan PLTA Sutami di Karang Kates Jawa-Timur. Secara garis besar pola pengusahaan suatu waduk yang juga menjadi kolam
tahunan dari suatu PLTA didasarkan atas pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
a.
Waduk harus dapat menyediakan air untuk keperluan irigasi dimusim
kemarau.
b.
Waduk harus dapat mengendalikan banjir dimusim hujan.
c.
Diwaktu musim hujan pengisian waduk harus terkendali, dalam arti jangan
sampai terjadi pelimpasan air yang
berlebihan sehingga membahayakan waduk.
d. Di
akhir musim kemarau atau permulaan musim hujan tinggi air dalam waduk masih
harus cukup rendah agar dapat menampung air dimusim hujan yang akan datang.
Kendala Operasi PLTU
PLTU dalam sistem pembangkitan yang relatif besar ( > 1.000 MW) pada
umumnya merupakan Pusat Listrik yang dominan baik secara teknis operasionil
maupun ditinjau dari segi biaya operasi. Dari segi operasionil PLTU paling banyak kendalanya khususnya dalam
kondisi dinamis. Hal
ini disebabkan banyaknya componen dalam PLTU yang harus diatur.
Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah :
a.
Starting Time (waktu yang diperlukan untuk men-stsrt) yang relatif
lama, bisa mencapai 6 sampai 8 jam apabila Stara dilakukan dalam keadaan
dingin.
b.
Perubahan daya per satuan waktu (ΔMW per menit) yang terbatas,
Kira-kira 5% per menit.
Hali ini disebabkan karena proses Star maupun perubahan daya dalam
PLTU menyangkut pula berbagai perubahan suhu yang selanjutnya menyebabkan
pemuaian atau pengkerutan.
Pemuaian-pemuaian atau pengerutan-pengerutan sedapat mungkin harus
berlangsung merata dan tidak terlalu cepat untuk menghindarkan tegangan mekanis
maupun pergeseran antara bagian-bagian yang berputar dan bagian-bagian yang
status misalnya antara rotor dan stator.
Kendala Operasi PLTG.
Unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasi khususnya
termahal bahan bakarnya, maka diinginkan agar unit PLTG beroperasi dalam waktu
yang sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau pada waktu ada
kerusakan/gangguan unit pembangkit lain (sebagai cadangan). Tetapi di lain
pihak men-start dan men-stop unit PLTG Sangat menambah keausan unit tersebut
sehingga merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan.
a.
Beban maksimum.
Dalam spesifikasi teknisnya unit PLTG umumnya disebut dua macam rating
kemampuan yaitu:
1.
Base
load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban secara
terus menerus.
2.
Peak load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani
beban selama dua jam. Peak
load rating besarnya kurang dari 10% diatas base load rating.
b. Beban
minimum.
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alasan
teknis melainkan lebih disebabkan oleh alasan ekonomis yaitu efisiensi yang
rendah pada beban rendah.
Pada beban 100% pemakaian bahan bakar minyak adalah Kira-kira 0,346
cc/kWh, sedangkan pada beban 25% bisa mencapai Kira-kira 0,645 cc/kWh.
c. Kecepatan perubahan beban .
Unit PLTG umumnya dapat dirubah bebanya dari 0% sampai 100% dalam
waktu kurang dari 15 menit, sehingga bagi unit termis termasuk unit yang dapat
dirubah bebanya secara cepat. Tetapi jira diingat bahwa unit PLTG beroperasi
dengan suhu gas pembakaran yang tinggi maka perubahan beban berarti pula
perubahan suhu yang tidak kecil pada berbagai bagian turbin gas dan menambah
keausan bagian-bagian tersebut.
d. Perhitungan Cadangan Berputar.
Karena kemampuannya untuk merubah beban yang relatif cepat seperti
telah diuraikan diatas, maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan pada
unit PLTG adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban saat
itu. Namur seperti telah diuraikan di batir c sebaiknya tidak terlalu banyak
dipasang cadangan berputar pada unit PLTG.
Kenadala
Operasi PLTGU : lihat Kendala Operasi PLTU dan PLTGU
Kendala Operasi PLTD
PLTD yang terpelihara baik, praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di Start-stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan dan
biaya bahan bakarnya lebih hemat dari pada PLTG, tetapi masih lebih mahal
dibanding dengan PLTU. Masalahnya adalah bahwa hingga kini belum ada unit PLTD dengan
kapasitas terpasang melebihi 30 MW, bahkan yang mempunyai kapasitas terpasang
diatas 15 MW pun jarang dibuat. Walaupun pada unit PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi
seperti juga pada unit pembangkit lainya secara operasional perlu diperhatikan
hal-hal sbb:
a. Beban maksimum dari unit PLTD
seringkali tidak bisa mencapai nilai yang tertulis dalam spesifikasi pabrik
karena ada bagian-bagian dari mesin diesel yang tidak bekerja dengan sempurna.
Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah mencapai sushu maksimum
yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh dinaikan lagi.
b. Beban minimum.
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD. Hanya saja
apa bila unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50%, maka mesin
diesel menjadi lekas kotor sebagai akibat pembakaran yang kurang sempurna dari
mesin diesel pada beban rendah.
c. Kecepatan Perubahan Beban.
Unit PLTD umumnya dapat berubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam
waktu kurang dari 10 menit. Oleh karena itu kemampuanya yang cepat dalam
mengikuti perubahan beban, unit PLTD baik dipakai untuk turut mengatur
frekwensi sistem.
d. Perhitungan Cadangan Berputar.
Mengingat kemampuanya dalam mengikuti perubahan beban seperti diatas,
maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan adalah sama dengan kemampuan
maksimum dikurangi dengan beban saat itu.
Kendala Operasi PLTP.
Secara teknis PLTP sesungguhnya sama dengan PLTU hanya ketel uapnya
ada dalam perut bumi. Pengusahaan uap dilakukan oleh PERTAMINA dan PLN hanya
membeli uap dari PERTAMINA atas dasar kWh yang dihasilkan PLTP. Karena perubahan beban akan menyangkut perubahan penyediaan uap dari
perut bumi maka PLTP praktis hanya dapat ikut mengambil beban dasar dalam
sistem, dalam arti harus berbeban constan. Mengenai masalah beban maksimum dan beban minimum pada PLTP
kendala-kendala nya yang menyangkut turbin uap adalah sama dengan ketel tidak
ada pada PLTP.
3.
TRANSMISI TENAGA LISTRIK.
Transmisi berfungsi menyalurkan arus listrik / tenaga listrik dari Pusat
pembangkit tenaga listrik ke Gardu Induk sebagai pusat beban . Tegangan terima di gardu Induk (Vr) adalah selisih vector antara tegangan kirim
(Vs) dengan drop tegangan di sepanjang konduktor transmisi yaitu perkalian arus (I) dengan Impedansi (Z).
Impedansi ini merupakan jumlah vektor dari resistensi (R) dan reaktansi
(X) penghantar dimana semakin panjang
penghantar maka semakin besar pula R dan X nya
sehingga Z juga semakin besar dan akibatnya drop tegangan IZ juga
semakin besar ; dengan demikian Vr kecil . Tegangan pelayanan diperbolehkan turun s/d 10 % dari V nominal .
Dengan demikian panjang jeringan
dibatasi oleh drop tegangan.
Gambar. 12 Model Transmisi tenaga listrik
Agar Vr memenuhi standar maka sebaiknya semakin panjang transmisi, tegangan transmisi dinaikkan.Output dari Generator di pembangkit (pembangkit besar) bertegangan s/d tegangan menengah di naikkan tegangannya menjadi tegangan tinggi (150 kV)/ekstra tinggi (500
kV) dengan menggunakan Trafo Step Up.Tegangan.Transmisi ini diterima
oleh Trafo GI (Trafo Step Down) dan
diturunkan dari 150 kV menjadi 20
kV,
500 kV menjadi 150 kV dan ada
juga dari 500 kV menjadi 20 kV. Penghantar transmisi terbuat
dari ACSR dan Isolatornya terbuat dari Porselin dan
menaranya konstruksi besi/baja dan di kota
tertentu menggunakan Kabel
tanah (150 kV).Transmisi dari Jawa ke Madura dan dari Jawa ke Bali menggunakan Kabel
laut 150 kV 50 Hz. Rencananya Transmisi interkoneksi Sumatera (P3B Sumatera) bertegangan 275 kV,50 Hz.
Pada Transmisi 500 kV tidak ada
masalah petir karena tegangan transmisi
lebih tinggi dari tagangan petir (345 kV) ; Tapi yang
menjadi masalah adalah polusi tegangan disekitar SUTET dan masalah Switching Surge / Surja hubung dimana hal ini
diatasi dengan memasang reaktor untuk
menyerap kelebihan tegangan pada system saat terjadi Switching .
1.
SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK
Sistem distribusi tenaga
listrik merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga listrik yang
dimulai dari PMT incoming di Gardu Induk sampai dengan Alat Penghitung dan
Pembatas (APP) di instalasi konsumen yang berfungsi untuk menyalurkan dan
mendistribusikan tenaga listrik dari Gardu Induk sebagai pusat pusat beban ke
pelanggan pelanggan secara langsung atau melalui gardu-gardu distribusi (gardu
trafo) dengan mutu yang memadai sesuai stándar pelayanan yang berlaku. dengan demikian sistem
distribusi ini menjadi suatu sistem tersendiri karena unit distribusi ini
memiliki komponen peralatan yang saling berkaitan dalam operasinya untuk
menyalurkan tenaga listrik. Dimana sistem adalah perangkat unsur-unsur yang
saling ketergantungan yang disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
menampilkan fungsi yang ditetapkan.
Dilihat dari tegangannya sistim
distribusi pada saat ini dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu
a.
Distribusi Primer, sering
disebut Sistem Jaringan Tegangan Menengah
(JTM) dengan tegangan operasi nominal 20 kV/ 11,6 kV
b.
Distribusi Sekunder, sering
disebut Sistem Jaringan Tegangan Rendah
(JTR) dengan tegangan operasi nominal
380 / 220 volt
Sebelumnya nilai tegangan operasional yang dipergunakan
dilingkungan PLN pada level tegangan menengah
bervariasi yaitu 6 KV, 12 KV dan 20 KV
demikian juga pada level tegangan rendah yaitu 220/127 volt pada
repelita 1 pada tahun 1970 dimulai perubahan tegangan yang kita kenal PTR / PTM
hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan dan menurunkan susut
jaringan
Dilihat dari pentanahan sistemnya sistem distribusi
dapat dibedakan menjadi beberapa macam
hal ini disebabkan keterlambatan PLN dalam menguasai teknologi dan standarisasi
sehingga terpaksa mengikuti konsep dan standar negara–negara pemberi dana dan konsultannya
masing masing sedangkan pada saat tersebut terjadi lonjakan permintaan terhadap
tanaga listrik dimana sebelum repelita pada tahun 1950 pertumbuhan listrik
hanya 2.2 % rata-rata dari 504 GWh menjadi 564 GWh . Pada repelita 1 terdapat
kenaikan pertumbuhan produksi tenaga listrik yang berarti dari 1915 GWh menjadi
3007 GWh dimana ada kenaikan rata-rata sebesar 11.4 % pada repelita ini pula mulai dilakukan
rehabilitasi dan pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik, jaringan
transmisi, jaringan distribusi berikut sarananya sehingga daya terpasang
menjadi melonjak dari 542 MW pada awal repelita menjadi 776 MW pada akhir
repelita . pada repelita II terdapat pertumbuhan sampai 24 % dari daya
terpasang 776 MW menjadi 2.288 MW dengan produksi dari 3007 GWh menjadi 5723
GWh
Selain pertumbuhan permintaan yang meningkat tajam pada
waktu tersebut belum adanya perencanaan yang paripurna untuk suatu sistim yang
modern maka sistem yang berkembang menjadi besar secara tambah menambah mejadi
semerawut yang kemudian mulai repelita III mulai ditertibkan dan distandarisasi
Tiga pola utama sistim distribusi 20 kV yang telah ada
dan berkembang di pulau jawa yaitu :
a.
Sistim pentanahan netral dengan
tahanan tinggi di PLN Distribusi Jawa Timur
b.
Sistim pentanahan netral
langsung sepanjang jaringan di PLN Distribusi Jateng dan DIY
c. Sistem pentanahan netral dwengan tahanan
rendah yang berlaku di PLN Distribusi Jawa barat dan PLN Distribusi DKI Jaya
Dimana masing masing memiliki
karakter dan kekhususan tersendiri yang akan dijadikan sebagai dasar bagi
perkembangan sistem distribusi di daerah daerah yang sedang berkembang.
Dilihat dari pengawatanya
dapat kita pisahkan menjadi 2 macam yaitu ;
a. Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga
3 kawat terdapat pada sistem
distribusi 20 kV dengan pentanahan netral tinggi dan pada sistem distribusi 20
kV dengan pentanahan netral rendah
b. Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 4 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV
dengan netral pentanahan langsung
Ketiga macam sistim distribusi
20 kV tersebut memiliki pilosofi yang berbeda yaitu :
a. Pentanahan dengan tahanan tinggi
dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimum dengan mengutamakan keselamatan
umum sehingga lebih layak memasuki daerah perkotaan dengan saluran udara
b. Pentanahan secara langsung dimaksudkan
untuik memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan ekonomi sehingga dengan
saluran udara elektrifikasi dapat lebih layak dilaksanakan diluar kota sampai
ke daerah yang terpencil
c. Pentanahan dengan tahanan rendah
dimaksdukan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi antara faktor ekonomi
dan keselamatan umum dan layak untuk dipergunakan saluran udara bagi daerah
daerah luar kota maupun kabel bagi daerah pada dalam kota
5 Pola Sistim Distribusi
Ada 3 (tiga) macam pola sistem
distribusi utama yang dianut oleh PT PLN (persero) di seluruh Indonesia dan
satu pola tambahan untuk sistem yang tidak lagi dikembangkan oleh PLN.
Di PT PLN untuk koordinasi,
investasi, tingkat pelayanan dan keselamatan dalam rangka pengamanan sistem
distribusi, suatu wilayah atau distribusi hanya diperbolehkan untuk menganut
salah satu pola yang cocok untuk lingkungannya [x]
Jaminan keselamatan, keandalan dan kontinyuitas penyaluran sulit untuk
dipertahankan pada posisi yang optimum dan dalam pelaksanaanya dilapangan dapat
menimbulkan beberapa kesulitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan dan
ketersediaan biaya investasi dan pemeliharaan peralatan. Pola-pola sistem
distribusi tersebut adalah :
1. Sistem Distribusi Pola 1:
Yaitu
sistem distribusi 20 KV fasa tiga 3 kawat dengan pentanahan netral melalui
tahanan tinggi.
Di Indonesia pola
sistem distribusi semacam ini petama
dikembangkan di PLN distribusi Jawa Timur dan ciri cirinya dapat di
indentifikasi sebagai berikut
Sistem Jaringan :
a.
Tegangan nominal : 20
kV
b.
Sistem Pentanahan : Netral Kumparan
TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama ditanahkan melalui tahanan
dengan nilai 500 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 25 A )
c.
Konstruksi jaringan : Pada
dasarnya adalah saluran udara yang terdiri dari
Saluran Utama ( Main lines ) :
Kawat jenis AAAC 150 mm2 fasa tiga 3-kawat untuk saluran cabang: kawat
AAAC 70 mm2
d.
Sistem pelayanan : radial
dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling
berhubungan dalam keadaan darurat
Sistem Pengaman :
a.
Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT)
Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman utama jaringan dan
dilengkapi dengan alat pengaman ( Relai )
§ Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistem dari
gangguan-gangguan yang bersifat temporer dan untuk koordinasi kerja dengan
peralatan pemutus / pengaman yang lain disisi hilir dan saluran cabang dari
jaringan antara lain sectionalizer dan Pengaman Lebur (fuse)
§ Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR = Directional Ground Fault
Relays) dipergunakan untuk membebaskan gangguan fasa tanah
§ Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) untuk membebaskan
gangguan antar fasa
b.
Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan
sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utma dalam
beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang
terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka
pada waktu rangkaian tidak bertegangan dan pada saat rangkaian bertegangan
harus mampu menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat
c.
Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik
percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi
primer (20 kV) trafo distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan
peralatan yang berada di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa
dan tidak untuk mengamankan gangguan fasa tanah.
2.
Sistem Distribusi Pola
2:
Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 4 kawat dengan
pentanahan netral secara langsung .
Pola
sistem ini mulai dikembangkan di Indonesia di PLN distribusi Jawa tengah dan
pola sistem distribusi ini di indentifikasi sebagai berikut:
Sistem Jaringan
:
a.
Tegangan Nominal : 20 kV
b.
Sistem Pentanahan : Netral
ditanahkan sepanjang jaringan dan kawat netral dipakai bersama untuk saluran
tegangan menengah dan saluran tegangan rendah dibawahnya.
c.
Konstruksi Jaringan : Terdiri dari saluran udara terutama dan
saluran kabel sedang saluran udara terdiri dari : saluran utama dan saluran
cabang.
¯
Saluran Utama : kawat AAC
240 dan 150 mm2 fasa
tiga – 4 kawat
¯
Saluran Cabang : kawat AAC 100 dan 55 mm2 fasa tiga – 4
kawat dan kawat AAC 55 dan 35 Fasa satu 2 kawat ( Fasa netral ) Cat : Penghantar
dapat dipilih yang setara
d. Sistem pelayanan : radial dengan
kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling
berhubungan dalam keadaan darurat
e. Pelayanan Beban : Fasa tiga 4 kawat : 20 /
11.6 kV,
Fasa tunggal : 2 kawat 11,6 kV
Sistem Pengaman :
a.
Penutup Balik otomatis ( PBO )
Alat ini dipasang pada saluran
utama Di GI sebagai pengaman utama jaringan . Pada jaringan yang panjang ( >
20 km ) yang dipasang pada ujung GI
tidak lagi peka untuk mengindentifikasi gangguan yang berada jauh pada ujung
hilir sehingga untuk pengamanan terhadap gangguan temporer maupun untuk membagi
jaringan dalam beberapa seksi guna melokalisir daerah yang terganggu skecil
mungkin dipasang PBO ke dua dan ke tiga
pada jarak jarak tertentu sepanjang saluran utama
b.
PMB ( PMT ) dapat dipasang sebagai PBO 1 dimana
alat ini perlu dilengkapai dengan
relai–relai :
§ Relai penutup balik unutuk memulihkan sistem dari gangguan gangguan
yang bersifat temporer dan untuk kordinasi kerja dengan peralatan pemutus /
pengaman lain disisi hilir dan saluran cabang antar lain PBO , SSO dan Fuse Cut
out
§ Relai arus lebih jenis waktu tebalik
untuk membebaskan gangguan fasa fasa
§ Relai arus tanah untuk membebaskan gangguan fasa tanah
c.
Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan
sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utama dalam
beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang
terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola 2 ini akan membuka pada saat rangkaian tidak
ada arus dan tidak menutup kembali. Saklar ini bekerja berdasarkan penginderaan
dan hitungan (account) trip PMT (PBO)
arus hubung singkat dengan demikian
saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang PMT atau PBO
d.
Pengaman Lebur ( Fuse )
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran
utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi
sebagi pengaman saluran terhadap gangguan gangguan yang besrsifat permanen
koordinasi antar PBO dan alat lainnya perlu dilakukan
3.
Sistem Distribusi Pola
3:
Sistem Distribusi 20 KV fasa tiga 3
kawat dengan pentanahan netral melalui tahanan rendah
Pola sistem ini mulai dikembangkan di Indonesia di
distribusi Jawa Barat dan DKI Jaya , sekarang meluas keseluruh wilayah kerja
PLN meskipun dibeberpa tempat digunakan modifikasi. Pola sistem distribusi ini ciri-cirinya dapat di indentifikasi seperti berikut
:
Sistem Jaringan
a.
Tegangan nominal : 20
kV
b.
Sistem Pentanahan : Netral
Kumparan TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama ditanahkan melalui
tahanan dengan nilai 12 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 1000 A ) dan
40 ohm
(arus hubung singkat ke tanah
maksimum 300 A) untuk sistem SUTM atau sistem campuran
c.
Konstruksi jaringan : Pada
dasarnya adalah saluran udara terdiri
dari :
Saluran Utama ( Main lines ) :
Kawat jenis AAAC 150 mm2 fasa tiga 3-kawat untuk saluran cabang: kawat
AAAC 70 mm2
a.
Sistem pelayanan : radial
dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan dapat saling
berhubungan dalam keadaan darurat
Sistem Pengaman :
a.
Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT)
Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman utama jaringan dan
dilengkapi dengan alat pengaman (Relai)
§ Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistim dari
gangguan-gangguan yang bersifat temporer dan untuk koordinasi kerja dengan
peralatan pemutus / pengaman yang lain disisi hilir dan saluran cabang dari
jaringan antara lain sectionalizer dan fuse (PL = Pengaman Lebur)
§ Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR= Directional Ground Fault Relays)
dipergunakan untuk membebaskan gangguan fasa tanah
§ Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) dipergunakan untuk
membebaskan gangguan antar fasa
b.
Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan
sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan saluran utma dalam
beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah (jaringan) yang
terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka
pada saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup kembali.
Saklar ini bekerja berdasarkan
penginderaan dan hitungan (account) trip
PMT (PBO) arus hubung singkat dengan
demikian saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang PMT atau PBO
c.
Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran
utama dan saluran cabang juga dipasang pada sisi primer (20 kV) trafo
distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan peralatan yang berada
di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa dan tidak untuk
mengamankan gangguan fasa tanah.
4. Pola
Sistim Ditribusi Lainnya
Seperti sudah disebutkan kelistrikan di Indonesia ini
sangat beragam selain dari tiga pola yang telah dibahas pola lainnya disebutkan
sebagai sistim distribusi pola 4 yaitu sistim distribusi 6 kV fasa tiga 3-
kawat dengan pentanahan netral mengambang .
Bagi sistem 6 kV dengan pentanahan netral mengambang
masalahnya yang lebih menonjol adalah factor keselamatan manusia dan khewan
pada saat terjadi kawat putus dan hubung tanah karena pada umumnya tidak
dilengkapi dengan alat pengaman yang
segera secara otomatis melakukan pemutusan . Untuk hal tersebut sekurang
kurangnya dilengkapi indicator dan sirine (alrm) pada ruang panel
6.
Spesifikasi Desain
Sistem
Dalam rencana pengembangan dan perluasan jaringan
distribusi tenaga listrik sedikitnya ada tiga kriteria sebagai dasar
rekayasa (basic engineering) yang semestinya diperhatikan dalam pengembangan
distribusi ketenaga listrikan yaitu :
a. Desain sistem dan peralatan
distribusi serta pembuatannya
b. Penentuan garis-garis besar
standar konstruksi yang didasarkan pada peralatan yang diperoleh
c. Memilih dan menyeleksi berbagai
macam standar konstruksi yang akan digunakan pada situasi tertentu berdasarkan
hal-hal tertentu yang ditetapkan preusan
Adanya keberagaman spesifikasi desain
ketenaga listrikan akan memungkinkan dapat mengganggu kelancaran pengusahaan
dan pembangunan ketenaga listrikan itu sendiri
Untuk keperluan
penyederhanaan pengelolaan investasi serta kelancaran pengusahaan ketenaga
listrikan di wilayah PT PLN, perusahaan ini telah menyusun spesifikasi desain
untuk JTM dan JTR dalam SPLN 72 tahun 1987 yang diantaranya sebagai berikut :
1.
Sistem Distribusi Tegangan
Menengah
a. Saluran Udara Tegangan Menengah ( SUTM )§ Jaringan Radial
-
Radial tanpa saklar seksi
-
Radial dengan saklar seksi
manual Local, Remote
-
Radial dengan saklar seksi
otomatik
§ Jaringan Lingkar (loop)
-
Loop dengan saklar seksi manual
Local, Remote
-
Loop dengan saklar seksi
otomatik
b.
Saluran Kabel Tegangan Menengah
2.
Sistim distribusi Tegangan
Rendah
a. Saluran Udara Radial
b. Saluran Bawah Tanah Radial
3.
Jenis Pemutus Tenaga
a.
Pemutus Tenaga (PMT) tipe
hembusan udara (Air Blast )
b. Pemutus Tenaga tipe hampa udara
(Vacuum)
c. Pemutus Tenaga tipe minyak
banyak ( Oill Bulk )
d. Pemutus Tenaga tipe minyak
sedikit ( Low Oil Content)
e.
Pemutus Tenaga tipe Gas ( SF 6 )
4. Bus Bar ( Rel
) TM
a. Open Type
b. Closed Type
5. Transformator
di Gardu Induk Distribusi
Pada Akhir pembangunan transformator di Gardu Induk
Distribusi sedapat mungkin lebih dari satu buah sehingga bila satu
transformator terganggu, tidak terjadi pemadaman total
6. Gardu Transformator
Untuk konsumen umum, khusus , umum dan
khusus
a.
Gardu Tembok Untuk SKTM
b.
Gardu Tembok Untuk SUTM
c.
Gardu Kiosk
d.
Gardu Tiang : Portal , Cantol
7. Gardu Hubung (GH)
Gardu Hubung terdiri dari GH spindle
dan GH non Spindle
GH spindle mempunyai 7 unit penyulang
maksimum
GH non Spindle mempunyai 3 unit
penyulang
GH ini dilengkapi dengan Pemutus beban dengan mekanisme
pengendalian elektris
8. Pengaturan tegangan dan
turun tegangan
a.
Turun tegangan pada JTM
diperbolehkan 2% dari tegangan kerja yang tidak memanfaatkan Sadapan Tanpa
Beban (STB) yaitu sistem spindle dan sistem gugus.
b.
Turun tegangan pada JTM
diperbolehkan 5% dari tegangan kerja bagi sistem yang memanfaatkan STB yaitu
sistim radial diatas tanah dan sistim simpul
c.
Turun tegangan pada sistim
distribusi dibolehkan 3 % dari tegangan kerja
d. Turun tegangan pada JTR dibolehkan sampai
4 % dari tegangan kerja
e. Turun tegangan pada SR dibolehkan sampai 1
% dari tegangan nominal
9.
Penghantar Jaringan Tegangan Menengah
a.
Penghantar terbuka diatas tanah
b.
Kabel alumunium type XLPE
c.
Kabel pilin udara sesuai SPLN
43-5:1986
10. Penghantar Jaringan Tegangan Rendah
Penghantar Jaringan Tegangan Rendah (
JTR ) terdiri dari 2 macam yaitu :
a.
Penghantar terbuka dari
aluminium campuran hal ini sesuai dengan SPLN 41-8-1981 tentang penghantar aluminium campuran
Bagi JTR yang memerlukan kabel
antara gardu dan tiang pertama digunakan kabel dengan kemampuan hantar arus 1
tingkat lebih tinggi diatas kemampuan hantar arus penghantar terbuka.
b.
Penghantar berisolasi dipilin sesuai dengan SPLN 42-10-1986 tentang
kabel pilin udara dengan penghantar fasa aluminium dan penghantar netral
alumium campuran
11.
Penghantar Sambungan Rumah terdiri dari
3 macam yaitu :
c.
Penghantar berisolasi dipilin dengan penghantar netral berisolasi sesuai
dengan SPLN 42-10- 1986 tentang kabel pilin udara
d.
Penghantar tembaga telanjang sesuai SPLN 49-4 1981atau 41-5 1981
e. Penghantar Kabel tanah sesuai SPLN 43 –1-1981
Penampang sambungan rumah disesuaikan dengan daya kontraknya
12. Tegangan
kerja di Gardu Induk Distribusi
Pada sistem
yang tidak memanfaatkan STB pada trafo distribusi, tegangan kerja di GI
distribusi diatur sebagai berikut :
a. Dipertahankan kostran 20.5
- 21 kV
b. Dipertahankan konstan 21.5 -
22 kV
c. Dipertahankan konstan 22,5 - 23 kV
Pada sistem
yang memanfaatkan STB pada trafo
distribusi,tegangan kerja di GI distribusi diatur sebagai berikut :
a. Pada saat beban penuh tegangan antara:
22.5 – 23 kV pada saat beban nol tegangan 20 kV
b. Pada saat beban penuh tegangan antara:
21.5 – 22 kV pada saat beban nol tegangan 19 kV
c. Pada saat beban penuh tegangan antara:
20.5 – 21 kV pada saat beban nol tegangan 18 kV
Cat : 0.5 – 1 kV
untuk kompensasi voltage drop pada trafo distribusi dan tegangan
konsumen tidak lebih besar dari 105 %
13. Suplai
konsumen besar Tegangan Menengah ( TM )
Untuk konsumen besar TM dapat disuplai dengan cara sebagai berikut:
a. Saluran suplai tunggal diatas tanah
b.
Saluran
suplai ganda diatas tanah atau satu diatas tanah dan
satu didalam tanah
c.
Saluran suplai ganda didalam
tanah
d. Saluran suplai ganda / banyak didalam tanah
14. Relai Pengaman
a. Relai pengaman yang dipakai untuk saluran
penyulang sesuai dengan SPLN 52 –3 ;
1983
b.
Relai Penutup Balik disesuaikan
dengan sistim pentanahan netral
15. Jumlah Penyulang (feeder)
20 kV (out going feeder)
Pada umumnya pembebanan masing masing saluran 20 kV yang
keluar dari GI adalah mulai dari 4
s/d 15 MVA disesuaikan dengan
drop voltage maksimum
a.
Untuk GI distribusi kecil
jumlah saluran keluar minimum 3 buah maksimum
6 buah
b. Untuk GI distribusi sedang jumlah
saluran keluar minimum 7 maksimum 14
c. Untuk GI distribusi sedang jumlah
saluran keluar minimum 14 maksimum kelipatan 7
Cat : GI Distribusi
kecil .... 20
MVA
GI
Distibusi sedang ...... 60 MVA
GI
Distribusi besar .....>
60 MVA
7. Konfigurasi Sistim
Beragam jenis konfigurasi sistem yang bisa
dipilih untuk membangun suatu sistem distribusi, namun pemilihan konfigurasi
lain dari yang sudah dispesifikasi perlu pengkajian
yang lebih mendalam untuk menghindari timbulnya dampak yang tidak di inginkan
baik dalam investasi maupun dalam pengusahaan
Konfigurasi Jaringan Tegangan Menengah
Sedikitnya ada 6 jenis konfigurasi sistem distribusi
primer yang sesuai dengan spesifikasi PLN adalah
a.
Simpul ( Spot Network )
b.
Spindle dengan Pengatur
Distribusi
c.
Spindle tanpa Pengatur
Distribusi
d.
Gugus ( Cluster )
e.
Lingkar / Ring ( Loop )
f.
Radial
Pemilihan
jenis konfigurasi untuk sistem distribusi tegangan menengah tergantung kepada
beberapa faktor antara lain faktor kawasan, kapasitas beban dan peruntukan.
Untuk tujuan meningkatkan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen modifikasi
konfigurasi jaringan dilapangan sering dilakukan dengan harapan dapat
melancarkan tugas operasi sistem dengan mempertahankan kontinuitas suplai pada
konsumen. Bentuk-bentuk
dari konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah ini dapat dilihat pada
gambar 1.1
sampai dengan gambar nomor 1.2 seperti berikut :